Saturday, December 9, 2017

Harimau Sumatera diambang kepunahan

Harimau Sumatera terancam punah berdasarkan penelitian terbaru
(sumber gambar alamendah)
Prediksi akan punahnya Harimau Sumatera semakin jelas setelah ekspedisi yang dilakukan dalam setahun terakhir. Satwa liar ini terhitung dengan jumlah kurang dari 250 saja di tahun 2007 kemarin, dan estimasinya sekarang semakin berkurang hingga sepuluh tahun berlalu. Bagaimana cara kita menyelamatkannya?

Dirasah Ilmu – Mungkin ada sebuah pertanyaan yang berada di benak kita ketika beberapa petani di Jambi dua tahun lalu berhadapan dengan Harimau Sumatera liar sehingga menyebabkan terbunuhnya 46 Harimau Sumatera liar. “Mereka mengganggu kenyamanan masyarakat, apalagi dengan masuk ke wilayah pedesaan sehingga dapat mengancam kehidupan disana. Lantas mengapa harus dilestarikan?” Salah satu hal yang menjadi persoalan bagi bangsa Indonesia dalam menyelamatkan satwa-satwa langka ini adalah konflik dengan manusia. Tak hanya dengan Harimau Sumatera, seringkali pula Gajah Sumatera liar menjadi musuh bersama.

Sebagai karnivora tingkat atas dalam piramida makanan di wilayah hutan, kehadiran harimau menjaga kestabilan ekosistem dari hutan. Punahnya harimau di hutan akan mengakibatkan meningkatnya populasi hewan-hewan tertentu sehingga berdampak pada kepunahan hewan atau makhluk hidup lainnya di hutan.
Kulit harimau Sumatera dikeringkan untuk bahan obat dan jimat
sumber harianriau.co
Harimau Sumatera adalah satwa liar endemik yang berada di Pulau Sumatera, Indonesia. Berbeda dengan harimau pada umumnya, Harimau Sumatera (Phantera tigris sumatrae) memiliki warna kulit paling gelap dengan warna kuning kemerah-merahan hingga kecokelatan. Berdasarkan kondisi lapangan, masyarakat Indonesia menganggap harimau Sumatera sebagai hewan mistis yang bagian-bagian tubuhnya bisa dijadikan sebagai bahan pengobatan tradisional dan jimat. Dengan adanya pemahaman seperti ini, harimau Sumatera diburu untuk diambil bagian-bagian tubuhnya.

Bagi kehidupan harimau di Indonesia sendiri, kepunahaan sesungguhnya telah terjadi sebelumnya. Beberapa dekade sebelumnya, diperkirakan di tahun 1940an dan 1970an, masing-masing telah dilaporkan bahwa Harimau Bali (Panthera tigris balica) dan Harimau Jawa (Panthera tigris sondaica) telah punah. Dan saat ini saudara setanah-airnya juga terancam punah. Apa yang membuat mereka terancam punah selain konflik dengan manusia dan perburuan?

Persoalan utama yang tak dapat dipungkiri adalah rusaknya habitat mereka di alam. Berdasarkan studi yang dipublikasi di jurnal Nature Communication menyatakan bahwa meskipun terjadi peningkatan jumlah harimau Sumatera menjadi 47% berbanding jumlah hutan di pulau Sumatera yang rusak sebesar 37%, mengindikasikan habitatnya terpisah-pisah berimplikasi pada populasinya yang juga terkotak-kotak dalam beberapa area di pulau Sumatera. Tentunya, ini akan meningkatkan tingginya ancaman yang muncul dari manusia seiring berkembangnya kota-kota di pulau Sumatera dan perkebunan khususnya perkebunan kelapa sawit.

Tentunya, selain tindakan penyelamatan dan penangkaran yang selama ini dilakukan hingga sekarang, pemerintah Indonesia harus mengambil langkah penyelamatan hutan sebagai habitat dari Harimau Sumatera. Saat ini, Indonesia masih mengandalkan perkebunan kelapa sawit sebagai salah sumber utama pendapatan negara dan masyarakat. Sehingga untuk memenuhi permintaan industri oleokimia di Indonesia, beberapa lahan khususnya hutan dialihfungsikan menjadi perkebunan kelapa sawit baik oleh perusahaan swasta maupun negeri.

Sebagai kesimpulan, tindakan penyelamatan harimau Sumatera diawali dengan proses penangkaran dan perlindungan. Akan tetapi, perlu untuk dipahami bahwa ancaman terbesar juga muncul pada tergganggunya habitat mereka di alam. Oleh karenanya, tindakan edukatif, restrukturisasi dan penghijauan kembali hutan harus dilakukan secara optimal dengan melibatkan masyarakat pedesaan yang berinteraksi langsung dengan hutan.

0 comments: