Sunday, December 31, 2017

Budaya Islam dan Tahun Baru

Kembang api malam tahun baru merupakan bentuk kemubaziran yang dilakukan
Tak ada sebenarnya yang menjadi persoalan antara keduanya. Ummat Islam di berbagai belahan dunia juga merayakan tahun baru baik miladiyah atau masehi, dan tahun baru hijrah atau hijriyah. Lantas mengapa hari ini banyak yang tidak sepakat untuk merayakan tahun baru masehi?

Dirasah Ilmu – Salah satu teman facebook yang kebetulan teman ayahanda saya menulis sebuah status di halaman akun facebook-nya. Kira-kira begini, “Kenapa rupanya dengan merayakan tahun baru? Tahun baru ini kan juga milik ummat Islam yang juga ummat manusia. Bahkan, di dalam Islam, kita menentukan masuknya hari berdasarkan bulan atau qamar, sementara itu untuk menentukan kapan masuk waktu Shalat, kita menggunakan matahari atau syams”. Yang terlintas pada pemikiran pembaca juga mungkin sama, apa persoalannya merayakan tahun baru masehi?

Makna Tahun Baru
Bagi beberapa orang termasuk orang yang beragama Islam itu sendiri, Islam adalah sebuah agama yang hanya mengurus persoalan manusia dan Tuhan-nya, khususnya hari ini bagi Allah SWT. Sebaliknya, bagi mereka yang memahami dan men(coba)-ngamalkannya menyatakan bahwa Islam itu tak hanya sebatas agama. Islam itu juga tak hanya berbicara tentang tata aturan spiritual yang ditujukan untuk menyenangkan perasaan atau pemikiran seseorang. Diskursus ini akan berakhir pada pernyataan universal dan tegas, “Islam adalah rahmatan lil ‘alamin”.

Salah satu definisi Islam menurut para ahli ialah, Islam terdiri atas tiga hal berupa sebagai sumber dari segala sumber aturan, budaya, dan perilaku. Ketiga hal tersebut menyatakan bahwa Islam bukanlah hal yang terkesan complicated atau ruwet, kompleks, melainkan Islam bersifat comprehensive atau menyeluruh. Nah, persoalan utama yang didapatkan ketika melakukan “perayaan” adalah sebuah aktivitas dengan isi bersenang-senang sehingga larut hingga dini hari. Sebenarnya, konteks perayaan inilah yang akhirnya berujung kepada kontradiksi antara budaya Islam di tahun baru masehi.

Dalam kamus Oxford, celebrating yang berasal dari kata celebration didefinisikan sebagai a special event that people organize in order to celebrate something: birthday or wedding celebrations atau the act of celebrating something. Sementara itu, definisi celebrate adalah to show that a day or an event is important by doing something special on it atau something to perform a religious ceremony atau somebody or something to praise somebody or something. Secara sederhana, maksud dari selebrasi adalah bentuk penghargaan atau melakukan sesuatu demi kepentingan tertentu. Dengan kata lain selebrasi berupa sebuah proses mengenali diri sendiri, dan menikmati hasil yang diperjuangkan yang nantinya bermanfaat di masa depan.

Konteks inilah yang akhirnya membawa kita pada istilah hijrah (pada tahun baru hijriyah) atau resolusi (pada tahun baru masehi). Realita keadaan justru berbanding terbalik dengan konteks selebrasi. Pesta dimana-mana, uang dihamburkan dalam berbagai macam bentuk sebut saja seperti kembang api, mercon, terompet, aktivitas-aktivitas hura-hura seperti pesta dengan minuman beralkohol, atau rendah alkohol, maupun minuman non alkohol. Artinya, makna tahun baru justru tidak sesuai dengan makna perayaannya. “Sebentar lagi kan tahun baru, hari baru, dinikmati saja sisa tahun ini”.

Selebrasi dalam Islam

Islam mengajarkan pada 17:27, yaitu “Sebab orang-orang yang menghambur-hamburkan harta secara berlebihan (boros) adalah saudara-saudara setan”.

Pada perayaan tahun baru masehi, masyarakat pada umumnya akan mendapatkan keuntungan duniawi karena di hari berikutnya adalah tanggal 1 Januari yang pada umumnya perusahaan akan memberikan gaji. Berbeda dengan tahun baru Islam, yang tanggalnya tergantung pada kalender hijriyah. Hal ini pula yang mendorong, banyak masyarakat di dunia untuk menghamburkan uangnya. Sehingga, pada tanggal 31 Desember, mereka seolah-olah menyatakan gajian sudah didepan mata. Kebiasaan ini di dalam Islam ialah kufur terhadap nikmat Tuhan.

Hadits Rasullullah SAW, " Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allah SWT membaca kitabullah dan saling mengajarkan satu dan lainnya melainkan akan turun kepada mereka sakinah (ketenangan), akan dinaungi rahmat, akan dikelilingi para malaikat dan Allah akan menyebut-nyebut mereka di sisi makhluk yang dimuliakan di sisi-Nya (HR. Muslim, no. 2699)"

Memang, tahun baru identik dengan hari libur dimana banyak masyarakat dapat berkumpul di rumah ataupun kampung halamannya. Namun, bukan untuk berkerumun untuk melakukan hal-hal yang tidak bermanfaat. Islam mengajarkan untuk berkumpul dan berjamaah dalam rangka meningkatkan nilai-nilai sosial. Sebut saja seperti melakukan acara barbecue atau “bakar-bakar” namun konsepnya seperti hari raya Qurban. Jadi, ikan, ayam, dan jenis-jenis makanan yang nantinya dibakar akan diberikan pada mereka yang membutuhkan seperti pengemis, anak jalanan, ataupun jiran tetangga yang membutuhkan.

QS 3:103 menyatakan “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai”.

Sebagai kesimpulan, merayakan tahun baru lebih baik dilakukan dengan mengisi kegiatan-kegiatan yang bermanfaat. Bagi anda yang saat ini sedang merayakannya dengan melakukan acara bakar-bakar, apa salahnya konsep acara tersebut dilakukan seperti pada hari raya Qurban, sehingga tak hanya anda dan teman-teman, orang-orang yang membutuhkan pun dapat merasakan rezeki yang anda dapatkan. Begitu pula jikalau berkumpul dengan keluarga.

0 comments: