Wednesday, December 13, 2017

Kurangi pemanasan global dengan kurangi makan daging

Berhenti makan daging untuk mengurangi pemanasan global
(sumber gambar Racing Extinction)
Untuk memenuhi kebutuhan permintaan konsumsi daging, para peternak meningkatkan jumlah hewan ternak yang berimplikasi pada kebutuhan pakan ternak. Konsekuensinya, semakin banyak lahan yang dibutuhkan maka semakin banyak pula tumbuhan yang harus disingkirkan. Selain itu, pencernaan hewan ternak menghasilkan gas rumah kaca.

Dirasah Ilmu – Daging dan pemanasan global sebenarnya memiliki keterkaitan berupa jejak karbon yang dihasilkan oleh hewan ternak penghasil daging. Jejak karbon atau carbon footprint didefinisikan sebagai total dampak yang disebabkan oleh seseorang, sesuatu benda, organisasi, institusi terhadap pemanasan global melalui jumlah asal karbondioksida yang dihasilkan. Istilah jejak karbon atau carbon footprint ini digunakan agar masyarakat memahami berapa banyak jumlah gas rumah kaca yang dihasilkan dan dampaknya pada lingkungan sehingga kedepannya mereka dapat mengurangi hal tersebut.

Hingga saat ini sudah banyak institusi maupun organisasi yang melakukan penelitian tentang asal jejak karbon ini, dan salah satunya adalah dari pola makan/ konsumsi daging di dunia. Memang, ada tiga faktor yang saat ini dianggap sebagai penghasil gas karbondioksida, yaitu sektor industri dan pembangkit listrik, transportasi, dan kebutuhan rumah tangga. Ketiganya membutuhkan pasokan bahan bakar fosil yang limbahnya berupa karbondioksida. Namun demikian, ada hal yang lebih penting selain fokus pada karbondioksida, ya gas rumah kaca lainnya.

Gas rumah kaca dan efek rumah kaca
Pemanasan global sebenarnya terjadi akibat terjadinya efek rumah kaca yang disebabkan oleh gas-gas rumah kaca. Namun demikian, sebenarnya secara alamiah bumi sendiri mengalami efek rumah kaca yang disebabkan oleh kehadiran atmosfer. 30 persen dari total sinar matahari yang menuju ke bumi dipantulkan kembali ke ruang angkasa sementara sisanya diserap oleh benda-benda di bumi seperti batu, tanaman, dan tanah. Efek rumah kaca alamiah ini dibutuhkan untuk mendukung kehidupan di bumi agar terjaganya temperatur, yaitu tidak terlalu dingin dan tidak terlalu panas.

Namun demikian, terjadinya peningkatan suhu bumi dalam seratus tahun terakhir menunjukkan kekhawatiran bahwa efek rumah kaca alamiah ini mengalami gangguan. Artinya, atmosfer yang sebelumnya mampu mengembalikan 30 persen radiasi sinar panas tersebut justru saat ini kurang dari 30% yang disebabkan oleh aktivitas manusia. Hal tersebut diperparah dengan semakin banyaknya jumlah gas rumah kaca berupa gas karbondioksida dan gas metana yang menahan radiasi panas sinar matahari untuk keluar dari bumi. Sejak terciptanya revolusi industri, jumlah gas rumah kaca meningkat drastis hingga 2009 mencapai hampir 50% dari total sebelumnya.

Yang menjadi persoalan dari gas rumah kaca ini ialah gas metana bukan gas karbondioksida. Untuk gas karbondioksida, sudah banyak metode yang dilakukan termasuk diantaranya melakukan reboisasi pada tanaman-tanaman atau pepohonan yang mampu menangkap gas karbondioksida. Tentunya hal ini akan bersifat mutualisme karena manusia itu sendiri mengeluarkan gas karbondioksida yang dibutuhkan oleh tumbuhan dan pepohonan. Akan tetapi, gas metana juga diproduksi sebagai produk sampingan dari aktivitas makhluk hidup. Maksudnya? Ya sistem pencernaan yang menghasilkan feces atau kotoran.

Sistem pencernaan makhluk hidup dan gas metana
Secara biologis, makhluk hidup membutuhkan makanan untuk bertahan hidup melalui sumber energi yang diserap melalui sumber makanan tersebut. Proses pencernaan bahan makanan didalam perut juga dibantu oelh beberapa bakteri dan bersifat fermentative atau anaerob sehingga menghasilkan gas metana sebagai produk sampingan. Namun, bagi sistem pencernaan manusia, hanya sedikit metana yang dihasilkan. Namun berbeda pada tempat penyimpanan dan pembuangan kotoran manusia, dan sistem pencernaan sapi itu sendiri.

Sapi sebagai hewan ruminansia membutuhkan banyak makanan untuk sumber energi mereka. Karakteristik rumininsia ini ditunjukkan dengan banyaknya jumlah perut dalam sistem pencernaan sapi sehingga terbentuknya sistem penyimpanan sementara. Tujuh perut sapi ini menghasilkan gas metana yang merupakan gas rumah kaca sehingga apabila jumlah sapi meningkat, maka secara langsung jumlah metana yang dihasilkan juga semakin banyak. Hal ini yang menjadi tolak ukur bagi para ilmuwan dan aktivis lingkungan mengenai keterkaitan antara daging sapi dan pemanasan global.

Di Amerika Serikat sendiri, pola diet masyarakat Amerika memiliki tingkat konsumsi daging yang paling tinggi dibandingkan masyarakat lainnya. Dilaporkan bahwa, terjadi penurunan emisi gas rumah kaca dari tahun 2005 ke 2014 masing-masing sebanyak 1,932 menjadi 1,762 kilogram. Hal ini menunjukkan adanya perubahan yang signifikan pada jumlah gas rumah kaca melalui perubahan pola diet konsumsi daging.

Sebagai kesimpulan, industri peternakan adalah sumber terbesar penghasil emisi gas rumah kaca paling besar (18%), diikuti oleh sektor transportasi (13%). Untuk menghentikan laju pemanasan global, salah satu cara adalah dengan mengurangi emisi gas rumah kaca dari sektor peternakan. Berhenti makan daging bukan berarti berhenti sepenuhnya, namun dengan menguranginya. Lagipula, bukankah mengurangi makan daging berarti mengurangi resiko tingginya kolesterol?

0 comments: