Pernahkah anda tersesat di suatu tempat, khususnya di keramaian, pasar, atau jalanan? Tentunya dengan mengandalkan kemampuan mengingat yang baik, kita lantas mencoba mengingat kembali jalan-jalan yang telah dilalui. Akan tetapi, mungkinkah bagi kita untuk dapat kembali lagi tanpa mengandalkan kemampuan mengingat?
Dirasah Ilmu - Salah satu jenis makhluk hidup yang memiliki kemampuan navigasi yang paling baik adalah unggas-unggas pe-migrasi atau disebut migratory birds. Jenis unggas ini setiap tahunnya melakukan migrasi atau bepergian dari suatu tempat ke tempat lain, - umumnya mereka bergerak menuju Selatan dari Utara, ataupun sebaliknya. Begitu pula dengan beberapa jenis hewan lainnya seperti penyu yang selalu faham dimana lokasi ia menyimpan telurnya setelah berenang di lautan yang tanpa batas.
Lalu, bagaimana dengan manusia? Apakah kita memiliki kemampuan yang sama?
Hewan dan kemampuan mengenali arah
Burung yang bermigrasi bepergian dari arah selatan menuju utara dan sebaliknya. Mereka sebenarnya mengandalkan indera perasa mereka yang dilengkapi dengan kemampuan mendeteksi letak kutub Utara dan kutub Selatan. Memanfaatkan sifat magnetik planet bumi yang bersumber dari perputaran inti bumi, kutub utara dapat diperkirakan. Kemampuan burung dalam mendeteksi letak kutub Utara dan Selatan ini disebut dengan magneto receptor dengan model Cryptochrome. Akan tetapi, sebuah penelitian menunjukkan bahwa sistem Cryptochrome cenderung tidak masuk akal karena terjadi hanya pada satu kali pembentukan protein pasangan radikal.
Akan tetapi jenis model Cryptochrome hanya dimiliki oleh burung saja, berbeda dengan hewan lain seperti penyu dan ikan salmon. Jikalau Cryptochorme merupakan sebuah sensor penglihatan bagi para burung dalam melihat gelombang magnetik, penyu dan salmon tidak menggunakan penglihatan mereka untuk menangkap medan magnet. Lantas bagaimana mereka mampu bertahan dari kesesatan (sesat di jalan, bukan maksud yang lain)? Tentunya mereka menggunakan sebuah alat yang mampu menunjukkan letak suatu tempat berdasarkan faktor geografisnya.
Ternyata, ikan Salmon dan penyu memiliki tipe lain dari magneto receptor ini. Berbeda dengan burung yang mampu menghasilkan kemampuan penglihatan sehingga mereka tidak dapat melihat polarisasi medan magnet, Salmon dan Penyu menggunakan sebuah sel yang dilengkapi dengan Cilia atau bulu getar. Cilia ini yang akhirnya mendeteksi lokasi dimana mereka berada.
Penelitian tentang magneto receptor pada manusia
Pakar biologi Britania raya, Robin Baker, melakukan sebuah percobaan tentang apakah manusia memiliki kemampuan mendeteksi suatu hal dengan panca indera yang dimiliki. Di tahun 1980, percobaan dilakukan dengan menutupi penglihatan beberapa orang siswa. Ketika penglihatannya tertutup, mereka dipandu ke suatu tempat dengan menaiki bus, lalu dibawa ke sebuah pedesaan. Sesampainya di pedesaan mereka lalu ditanyakan dimanakah letak rumahnya. Siswa-siswa tersebut dibedakan menjadi dua grup dengan perbedaan salah satunya dipasangkan sebuah batangan magnet di bagian kepalanya. Hasil penelitian cukup menarik, yaitu siswa yang tidak memakai batangan magnet tidak mampu menunjukkan dimana arah rumah mereka bila dibandingkan pada mereka yang memakainya.
Adanya sebuah percobaan yang cukup menggemparkan ini menjadi bahan yang menarik bagi para peneliti. Salah satu studi menyatakan bahwa tulang hidung manusia bersifat magnetik sehingga tidak tertutup kemungkinan bahwa manusia mampu mendeteksi keberadaan medan magnet. Berdasarkan studi tersebut, kehadiran deposisi ferric iron atau besi magnetik pada tulang hidung memunculkan sifat magnetiknya.
Terlepas ada atau tidaknya kompas alamiah yang dimiliki oleh manusia menunjukkan kehebatan pembentukan organ-organ tubuh manusia. Di lain hal, adanya temuan ini berimplikasi pada masih banyaknya misteri yang tersembunyi dalam tubuh manusia itu sendiri. Namun demikian, kemampuan mengenali arah atau pattern recognition sudah pasti dimiliki oleh manusia itu sendiri melalui kemampuan mengingat yang sangat baik.
0 comments: